A.
Pengertian Bank Syariah
Bank adalah
lembaga perantara keuangan atau biasa disebut financial intermediary. Artinya, lembaga bank adalah lembaga yang
dalam aktivitasnya berkaitan dengan masalah uang. Kegiatan dan usaha bank akan
selalu terkait dengan komoditas, antara lain :
1.
Memindahkan uang
2.
Menerima dan
membayarkan kembali uang dalam rekening koran
3.
Mendiskonto surat
wesel, surat order, maupun surat berharga lainnya
4.
Membeli dan menjual
surat-surat berharga
5.
Membeli dan menjual
cek, surat wesel, kertas dagang
6. Memberi jaminan bank
Bank Islam
atau selanjutnya disebut dengan Bank Syari’ah adalah bank yang beroperasi
dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank Islam atau biasa disebut dengan Bank
Tanpa Bunga adalah lembaga keuangan/perbankan yang beroperasional dan produknya
dikembangkan berlandaskan pada Al-Quran dan Hadist Nabi SAW. Atau dengan kata
lain, Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan
pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran
uang yang pengoperasiaannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam.
Antonio
dan Perwataatmadja membedakan menjadi dua pengertian, yaitu Bank Islam dan Bank
yang beroperasi dengan prinsip syari’ah Islam. Bank Islam adalah
(1) bank yang
beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah Islam
(2) bank yang tata
cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Quran dan Hadist.
Untuk
menghindari pengoperasian bank dengan sistem bunga, Islam memperkenalkan
prinsip-prinsip muamalah Islam. Dengan kata lain, Bank Syari’ah lahir sebagai
salah satu solusi alternatif terhadap persoalan pertentangan antara bunga bank
dengan riba. Bank Islam lahir di Indonesia, yang gencarnya pada sekitar tahun
90-an atau tepatnya setelah ada Undang-Undang No.7 tahun 1992, yang direvisi
dengan Undang-Undang Perbankan No.10 tahun 1998 dalam bentuk sebuah bank yang
beroperasinya dengan sistem bagi hasil atau bank syari’ah.
B. Peranan Bank Syariah
Secara khusus peranan Bank syari’ah secara nyata dapat
terwujud dalam aspek-aspek berikut
1. Menjadi perekat nasionalisme baru. Artinya, bank syari’ah dapat menjadi fasilitator aktif
bagi terbentuknya jaringan usaha ekonomi kerakyatan.
2. Memberdayakan ekonomi umat dan beroperasi secara
transparan. Artinya,
pengelolan bank syari’ah harus didasarkan pada visi ekonomi kerakyatan, dan
upaya ini terwujud jika ada mekanisme operasi yang transparan.
3. Memberikan return yang lebih baik. Artinya, investasi di bank syari’ah tidak member
janji yang pasti mengenai return (keuntungan) yang diberikan kepada investor.
4. Mendorong penurunan spekulasi di pasar keuangan. Artinya, bank syari’ah mendorong terjadinya
transaksi produktif dari dana masyarakat. Dengan demikian spekulasi dapat
ditekan.
5. Mendorong
pemerataan pendapatan.
Artinya, bank syari’ah bukan hanya mengumpulkan dana pihak ketiga, namun dapat
mengumpulkan dana Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS).
C. Prinsip-prinsip Dasar Operasional Bank Syari’ah
Prinsip-prinsip dasar operasional bank syari’ah adalah sebagai berikut:
D. Tujuan Manajemen Syariah
E. Strategi dan Kunci Sukses Manajemen Syari’ahPrinsip-prinsip dasar operasional bank syari’ah adalah sebagai berikut:
a. Prinsip Simpanan Murni (al-Wadi’ah)
Prinsip simpanan murni merupakan fasilitas yang diberikan oleh Bank Islam untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang kelebihan dana untuk menyimpan dananya dalam bentuk al-Wadiah.
b. Bagi hasil (syirkah)
Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antar bank dengan penyimpanan dana, maupun antara bank dengan nasabah penerima dana.
c. Prinsip Jual Beli (at-Tijarah)
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan.
d. Prinsip Sewa (al-Ijarah)
Prinsip ini secara garis besar terbagi kepada dua jenis, yaitu yang pertama Ijarah, sewa murni, seperti halnya penyewaan traktor dan alat-alat produk lainnya. Yang kedua Bai’al takjiri merupkan penggabungan sewa dan beli, diman si penyewa memunyai hak untuk memliki barang pada akhirnya masa sewa.
e. Prinsip Jasa/fee (al-Ajr walumullah)
Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayan yang diberikan bank. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini antara lain Bank Garansi, kliring, Jasa dan lain-lain.
D. Tujuan Manajemen Syariah
Semua organisasi, baik yang berbentuk badan usaha
swasta, badan yang bersifat publik ataupun lembaga-lembaga social masyarakat
tertentu mempunyai suatu tujuan sendiri-sendiri yang merupakan motivasi dari
pendiriannya. Manajemen di dalam suatu badan usaha, baik industry, niaga dan
jasa, tidak terkecuali jasa perbankan, didorong oleh motif mendapatkan
keuntungan. Untuk mendapat keuntungan yang besar manajemen haruslah
diselenggarakan dengan efisien. Sikap ini harus dimiliki oleh setiap pengusaha
dan manajer di manapun mereka berada.
Tahun 2002 merupakan tahun ke sepuluh berdirinya Bank Syari’ah di Indonesia, utamanya Bank Muamalat Indonesia ( BMI ). Dalam usia yang kesepuluh BMI ini tentunya dapat dijadikan pijakan dalam mengevaluasi dan memposisikan keberadaan bank syari’ah.
Perkembangan Bank Syari’ah di Indonesia mulai membaik secara kuantitas sejak adanya perubahan Undang-Undang Perbankan No.7 Tahun 1992 menjadi Undang-undang No. 10 tahun 1998. Sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, pokok-pokok ketentuan tersebut memuat antara lain :
a. Kegiatan usaha dan produk-produk bank berdasarkan prinsip syari’ah
b. Pembentukan dan tugas pokok Dewan pengawas Syari’ah
c. Persyaratan bagi pembukaaan kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah
Memasuki tahun 2002 bank umum di Indonesia yang melakukan kegiatan operasional dengan prinsip syari’ah, di antaranya: Bank Muamalah Indonesia, Bank IFI, Bank BNI Syari’ah, Bank Mandiri Syari’ah, Bank BRI Syari’ah. Dan dimungkinkan akan bermunculan konversi bank konvesional ke bank syari’ah.
Peranan perbankan syari’ah dalam mobilisasi dana dan penyaluran pembiayaan walaupun masih kecil, namun mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan adanya peningkatan volume penyaluran pembiayaan dari Rp 455 Milyar pada tahun 1998 menjadi Rp 472 miyar pada tahun 1999 dan pada saat bersamaan penyaluran kredit oleh perbankan konvensional menurun dari Rp 545 trilyun menjadi Rp 227 trilyun.
Memang tidak adil untuk membandingkan antara bank syari’ah dengan bank konvensional. Sebab, bank konvensional telah berdiri sejak sebelum negeri Indonesia ini ada, sementara bank syari’ah di Indonesia baru berawal pada tahun 1992. Pemberian fasilitas oleh pemerintah juga menjadi faktor, terkait dengan situasi krisis, hampir semua bank konvensional pernah mendapatkan dana rekapitalisasi dari pemerintah dalam hal penyehatan modalnya, sementara bank syari’ah tidak pernah.
F. Strategi Pengembangan Bank Syari’ah
Ada beberapa strategi yang dapat
dilakukan untuk mengembangkan bank syari’ah dalam memberdayakan ekonomi umat,
yaitu :
a.
Strategi
Pengembangan: Islamic Full Branch
Di Indonesia dengan menggunakan
sistem Islamic Full Branch, yaitu suatu cabang penuh menerapkan sistem
syari’ah. Dengan ciri-ciri sebagai
berikut, cabang menerapkan sistem syari’ah secara
penuh. Pembukaannya secara
terpisah dengan kantor induk Bank Induk masih konvensional harus menyisihkan
sejumlah modal untuk unit usaha syari’ah (UUS). Sistem ini
seperti yang diterapkan di Arab Saudi. Contoh Bank penerap Sistem Islamic Full
Branch: Bank IFI, Bank Syari’ah Mandiri, BNI Syari’ah.
b.
Strategi
Pengelolaan: Pembiayaan
Para pengusaha kecil
lebih mendambakan sistem pembiayaan dengan sistem bagi hasil, karena dirasa
leih sesuai dengan siklus bisnis usaha menengah kecil
c.
Strategi
Pengelolaan : Persepsi Masyarakat
Persepsi masyarakat
tentang bank syari’ah masih keliru. Implikasi kekeliruan persepsi pertama
berdampak pada pemahaman bahwa :
· Bank Syari’ah tidak
boleh meminta jaminan dalam memberikan pembiayaan
· Bank Syari’ah tidak
mengenakan denda bila nasabah tidak membayar tepat pada waktunya
· Bank Syari’ah tidak
boleh menyita jaminan
Kemudian implikasi dari kekeliruan
persepsi kedua, memberikan efek atas pandangan masyarakat tentang bank syari’ah
sebagai berikut :
· Bagi hasil yang
diberikan bank kepada nasabah harus lebih besar jika dibandingkan dengan bunga
dari bank konvensional, sehingga bagi hasil nasabah pembiayaan harus lebih
kecil dari pada bunga
· Bank akan turut
memiliki perusahaan nasabah
· Bank akan turut campur
dalam manajemen perusahaan nasabah
· Bagi hasil dibayar
setahun sekali, seperti waktu pembayaran deviden
0 komentar:
Posting Komentar